Di tengah dinamika ekonomi yang semakin menantang, muncul sosok inspiratif dari Jombang yang menjadi teladan dalam membangun kemandirian ekonomi umat melalui semangat kerja keras, inovasi, dan pengabdian sosial. Sosok tersebut adalah H. Suherlan, S.T., atau yang lebih akrab disapa Abah Herlan. Beliau dikenal luas di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), khususnya di MWC NU Gudo, sebagai figur yang memadukan pengalaman industri, profesionalisme, dan kepedulian terhadap pemberdayaan masyarakat.Sebagai Wakil Ketua Tanfidziah MWC NU Gudo serta pengurus Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) PCNU Jombang, Abah Herlan menjadi contoh nyata bagaimana nilai-nilai keislaman, kemandirian, dan kemajuan ekonomi dapat berjalan seiring. Dengan ketekunan dan ide-ide kreatifnya, beliau menjadi simbol bahwa membangun ekonomi umat tidak harus menunggu bantuan, tetapi dimulai dari kemampuan dan sumber daya yang dimiliki.
Dari Tambang ke Pertanian Sebuah Transformasi Hidup
Perjalanan hidup Abah Herlan bukanlah sesuatu yang instan. Sebelum kembali ke kampung halaman, beliau menghabiskan sebagian besar kariernya di Kalimantan sebagai manajer penambangan batubara. Dunia tambang membentuk dirinya menjadi pribadi yang disiplin, terukur, dan berorientasi hasil. Pengalaman panjang itu membekalinya kemampuan manajerial yang kemudian diterapkan ketika terjun ke dunia usaha berbasis masyarakat.
Setelah paripurna dari industri tambang, Abah Herlan memilih pulang ke Jombang. Namun, kepulangannya bukan untuk beristirahat, melainkan untuk membangun ekonomi umat dari bawah. Ia mulai menekuni pertanian dan peternakan, bidang yang dekat dengan kehidupan masyarakat pedesaan, dan berpotensi besar menjadi motor penggerak ekonomi lokal bila dikelola dengan baik.
Sistem Usaha Terpadu Pilar Kemandirian Ekonomi
Kini, Abah Herlan mengelola sistem usaha terpadu yang mencakup ternak ayam petelur, sapi, domba, serta produksi pakan ternak racikan sendiri. Ia tidak hanya berpikir soal keuntungan, tetapi juga tentang keberlanjutan dan keseimbangan antarunit usaha. Dalam sistem yang ia rancang, ada prinsip ekonomi berlapis: pendapatan harian diperoleh dari hasil telur ayam, bulanan dari penjualan pakan ternak, dan tahunan dari hasil sapi serta domba.
Sistem berlapis ini menciptakan kestabilan finansial, menjamin kelangsungan usaha, dan mengurangi ketergantungan pada pihak luar. Ketika harga jagung melonjak di pasaran, misalnya, Abah Herlan tetap tenang karena ia menanam jagung sendiri sebagai bahan baku utama pakan ternak. Prinsipnya sederhana namun kuat: “Kalau bisa produksi sendiri, jangan hanya jadi pembeli.”
Dari filosofi inilah terlihat bagaimana ia menanamkan nilai kemandirian dan ketangguhan ekonomi kepada masyarakat sekitar. Bagi Abah Herlan, umat Islam harus menjadi produsen yang berdaya, bukan sekadar konsumen yang tergantung.
Lahirnya Nugo Mineral Simbol Ekonomi Gotong Royong
Semangat kemandirian itu kemudian melahirkan gagasan besar: air mineral “Nugo Mineral”, produk unggulan yang kini menjadi kebanggaan MWC NU Gudo. Ide ini tidak sekadar bisnis, tetapi wujud nyata dari komitmen Abah Herlan untuk membangun ekonomi berbasis produksi dan kebersamaan.
Melalui kerja sama dengan para pengurus dan warga NU, lahirlah PT Nugo Pratama Mandiri, perusahaan yang menangani produksi dan distribusi air minum tersebut. Konsep yang diusung adalah ekonomi gotong royong: hasil usaha dinikmati bersama, dikelola secara transparan, dan digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan serta sosial di lingkungan NU.
Dengan hadirnya Nugo Mineral, MWC NU Gudo tidak hanya dikenal sebagai pusat kegiatan keagamaan, tetapi juga sebagai model pemberdayaan ekonomi umat berbasis organisasi. Air mineral ini menjadi simbol semangat baru — bahwa NU bukan hanya menjaga akidah dan tradisi, tetapi juga mampu membangun kemandirian ekonomi melalui kreativitas dan kerja sama.
Inspirasi bagi Kemandirian Umat
Apa yang dilakukan Abah Herlan adalah cermin dari prinsip dasar Islam dalam berwirausaha: bekerja keras, jujur, dan membawa manfaat bagi orang lain. Ia tidak hanya menumbuhkan usaha pribadi, tetapi juga membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Petani, peternak, dan pemuda di Gudo kini banyak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi yang dipeloporinya.
Lebih dari itu, Abah Herlan aktif memberikan pendampingan dan pelatihan kepada warga NU agar memiliki kemampuan wirausaha dan pengelolaan sumber daya yang lebih baik. Melalui kegiatan LPPNU, ia menanamkan kesadaran bahwa pertanian dan peternakan modern dapat menjadi solusi konkret menghadapi tantangan ekonomi global.
Dalam setiap langkahnya, ia selalu menekankan pentingnya niat ibadah dan keberkahan. Bagi Abah Herlan, usaha yang sukses bukan hanya diukur dari besarnya keuntungan, tetapi dari seberapa besar manfaat yang dapat diberikan kepada umat.
Membangun Kemandirian, Menebar Keberkahan
Kisah Abah Herlan adalah bukti bahwa semangat kemandirian ekonomi umat dapat tumbuh dari akar rumput. Dari tangan seorang penggerak seperti beliau, lahir bukan hanya produk dan hasil ternak, tetapi juga semangat baru bagi kebangkitan ekonomi umat Nahdlatul Ulama.
Dengan pendekatan yang sederhana namun visioner, ia mengajarkan bahwa kemajuan ekonomi tidak harus selalu bergantung pada modal besar atau bantuan eksternal. Kuncinya ada pada kolaborasi, inovasi, dan keberanian untuk memproduksi.
Melalui konsep ekonomi terpadu dan lahirnya Nugo Mineral, Abah Herlan telah memberikan pelajaran berharga: bahwa NU bisa mandiri secara ekonomi tanpa meninggalkan nilai-nilai keislaman dan kebersamaan. Ia membuktikan bahwa dari desa pun, umat dapat berdiri tegak, berdaya saing, dan berkontribusi nyata bagi bangsa.
Semangat Abah Herlan bukan hanya milik Jombang, tetapi milik seluruh umat yang ingin melihat Islam tampil sebagai kekuatan ekonomi yang bermartabat. Dengan kerja nyata, disiplin, dan keikhlasan, ia telah menunjukkan bahwa pengabdian kepada umat dapat diwujudkan melalui pemberdayaan ekonomi yang berkeadilan dan berkeberkahan.
Dari tangan-tangan terampil seperti milik Abah Herlan, lahirlah bukan hanya telur, pakan, dan air mineral, tetapi juga harapan baru bagi masa depan ekonomi umat — mandiri, produktif, dan penuh keberkahan.
0Komentar