Istighosah menjadi salah satu amaliyah penting dalam tradisi Nahdlatul Ulama (NU). Amaliyah ini tidak hanya sarat dengan dimensi spiritual, tetapi juga menjadi sarana memperkuat ikatan sosial, kebersamaan, dan kekompakan jamaah. Di berbagai wilayah, istighosah rutin digelar dengan penuh semangat, menghadirkan jamaah dari berbagai kalangan masyarakat.

Salah satunya adalah istighosah rutin malam Senin yang diselenggarakan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama MWC NU Gudo. Kegiatan ini dikenal luas sebagai agenda keagamaan yang tidak hanya menghadirkan lantunan do'a penuh harap kepada Allah SWT, tetapi juga menjadi titik temu warga NU, tokoh agama, serta masyarakat umum. Setiap pekan, ratusan jamaah hadir dengan penuh antusias, menjadikan kegiatan ini salah satu agenda yang dinanti-nantikan.

Namun, dibalik lancarnya pelaksanaan istighosah tersebut, ada sosok sederhana yang diam-diam bekerja dengan penuh keikhlasan: Kyai M. Nasir.


Masjid Besar MWC NU Gudo: Tempat yang Belum Jadi, Tapi Penuh Spiritualitas
Istighosah rutin malam Senin selalu digelar di Masjid Besar MWC NU Gudo. Meski bangunannya belum sepenuhnya rampung, masjid ini menjadi pusat kegiatan keagamaan dan simbol kebersamaan warga NU Gudo.

Kegiatan tidak berpindah-pindah tempat, tetap konsisten di masjid besar. Hal ini mengajarkan jamaah bahwa keberkahan bukan hanya pada megahnya bangunan, melainkan pada ketulusan ibadah, kebersamaan jamaah, serta doa yang dipanjatkan bersama.

Masjid besar yang masih dalam proses pembangunan ini justru menjadi ladang pembelajaran. Jamaah terbiasa untuk :
  • menerima kondisi apa adanya,
  • merasakan suasana kebersamaan,
  • melatih diri untuk tawadhu’ (rendah hati), dan
  • membiasakan khidmat (pengabdian) kepada agama.

Kyai M. Nasir: Sosok Sederhana, Pengabdian Luar Biasa
Nama Kyai M. Nasir mungkin tidak selalu muncul di panggung utama acara. Beliau tidak selalu berdiri memimpin doa atau memberikan tausiyah. Namun, perannya begitu terasa. Sejak lama, beliau dikenal sebagai pribadi yang rendah hati, pekerja keras, dan penuh keikhlasan dalam mengabdi untuk NU dan umat.

Setiap malam Senin, ketika jamaah lain masih bersiap-siap dari rumah, beliau sudah hadir di lokasi lebih awal. Tugas utamanya sederhana namun sangat penting: menggelar karpet. Karpet inilah yang akan digunakan jamaah untuk duduk, bersila, dan berdoa bersama. Dengan penuh telaten, beliau memastikan semuanya terpasang rapi, bersih, dan nyaman.

Setelah acara selesai, ketika sebagian besar jamaah sudah pulang, beliau tidak langsung beranjak. Kyai M. Nasir akan kembali berkeliling, mengumpulkan dan merapikan karpet. Semua dilakukan dengan penuh ketulusan, tanpa pamrih, tanpa berharap tepuk tangan atau pujian.

Inilah bentuk pengabdian sejati bekerja untuk kenyamanan jamaah, semata-mata mengharap ridha Allah SWT.
 
Tawadhu’ dan Khidmat Sebagai Nilai Utama
Apa yang dilakukan Kyai M. Nasir adalah pelajaran nyata tentang tawadhu’ dan khidmat. Tawadhu’ karena beliau tidak memilih pekerjaan yang terlihat mulia di mata manusia, melainkan memilih peran sederhana yang justru sangat vital. Khidmat karena beliau mendedikasikan waktu, tenaga, dan hati untuk memastikan kelancaran istighosah setiap pekan.

NU sejak awal menanamkan nilai bahwa pengabdian tidak selalu diukur dari posisi atau panggung yang terlihat. Kadang justru pengabdian yang tersembunyi, yang dilakukan dalam diam, memiliki nilai yang jauh lebih tinggi.
 
Pesan Moral Bagi Generasi Muda NU
Generasi muda NU bisa belajar banyak dari Kyai M. Nasir. Bahwa perjuangan agama bukan hanya berdiri di mimbar, tetapi juga bisa dimulai dari hal-hal kecil :
  • membantu menata karpet,
  • merapikan sandal jamaah,
  • membersihkan masjid, atau sekadar mempersiapkan air minum untuk jamaah.

Semua itu jika dilakukan dengan ikhlas akan bernilai besar di sisi Allah SWT. Justru dari kerja-kerja kecil itulah keberkahan acara besar lahir.

Istighosah rutin malam Senin MWC NU Gudo adalah contoh nyata bagaimana sebuah tradisi keagamaan bisa terus bertahan berkat kerja kolektif yang penuh keikhlasan. Kegiatan ini selalu dipusatkan di Masjid Besar MWC NU Gudo yang meskipun belum selesai pembangunannya, tetap memancarkan kekuatan spiritual luar biasa.

Dibalik kesuksesan acara yang dihadiri ratusan jamaah, ada sosok sederhana seperti Kyai M. Nasir yang datang lebih awal, menggelar karpet, dan pulang paling akhir setelah merapikannya kembali. Sosok beliau menjadi teladan tentang arti sejati tawadhu’ dan khidmat.

Semoga teladan beliau menginspirasi kita semua untuk terus mengabdi, dari posisi apa pun, demi kejayaan NU, kemakmuran masjid, dan ridha Allah SWT.

Kotributor LTN MWC NU Gudo.