Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para penerus perjuangan beliau hingga akhir zaman.
Dalam beberapa waktu terakhir, umat Islam, khususnya kalangan pesantren dan warga Nahdliyyin, kembali dihadapkan pada dinamika opini publik yang mengusik marwah ulama dan lembaga pendidikan Islam. Gelombang informasi di dunia digital sering kali hadir dengan wajah yang bias, tanpa tabayyun, tanpa keseimbangan, dan kadang jauh dari nilai-nilai etika jurnalistik serta adab keilmuan. Fenomena ini menimbulkan kegelisahan di tengah masyarakat, khususnya para santri, alumni, dan jamaah pesantren yang selalu menjunjung tinggi akhlak, adab, dan kejujuran dalam menyampaikan kabar.
Sebagai bagian dari keluarga besar Nahdlatul Ulama, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Gudo menyatakan keprihatinan mendalam atas kecenderungan media massa dan media sosial yang sering kali menampilkan pesantren dan ulama secara tidak proporsional. Pesantren, yang sejatinya menjadi benteng moral dan spiritual bangsa, kadang justru digambarkan dengan cara yang tidak sesuai dengan realitas keilmuan dan perjuangannya.
1. Pesantren adalah Benteng Peradaban, Bukan Sekadar Lembaga Pendidikan
Bagi kami, pesantren bukan hanya tempat belajar membaca kitab, tapi ruang pembentukan jiwa, arena penyemaian nilai, dan wadah penempaan akhlak. Pesantren lah yang selama ratusan tahun menjaga api keilmuan Islam di Nusantara, menjaga keseimbangan antara dzikir dan fikir, antara ilmu dan amal, antara dunia dan akhirat. Dalam setiap denyut kehidupan santri, ada doa guru, ada bimbingan ulama, dan ada semangat pengabdian kepada bangsa dan agama.
Mereka yang memahami pesantren dengan pandangan sempit tidak akan bisa mengerti kedalaman nilai di dalamnya. Santri tidak hanya dididik agar pandai, tapi agar beradab. Tidak sekadar mengejar pekerjaan, tapi keberkahan. Tidak hanya mencari ilmu, tapi mencari ridha Allah dan restu guru. Inilah keistimewaan pesantren yang tidak bisa diukur dengan kacamata dunia semata.
2. Ulama dan Masyayikh adalah Pewaris Nabi, Bukan Figur Biasa
Ulama dan masyayikh adalah pewaris para nabi. Mereka tidak hidup untuk kemewahan, tapi untuk mendidik umat. Mereka tidak bicara untuk sensasi, tapi untuk memberi petunjuk. Setiap kalimat yang keluar dari lisan mereka adalah amanah, dan setiap langkah mereka adalah bentuk khidmah. Oleh karena itu, menghormati ulama bukanlah sikap fanatik, melainkan bagian dari menjaga keberkahan ilmu dan keseimbangan kehidupan beragama.
MWC NU Gudo mengajak seluruh warga Nahdliyyin, santri, dan simpatisan untuk tetap memuliakan para masyayikh dan guru, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat. Kita harus menyadari bahwa keberkahan hidup dan kemudahan urusan sering kali datang karena doa dan ridha guru yang ikhlas mendidik tanpa pamrih.
3. Menyikapi Isu Publik dengan Tabayyun dan Adab
Dalam era digital saat ini, setiap orang dapat menjadi penyebar informasi, tetapi tidak semua mampu menjadi penjaga kebenaran. Kebebasan berbicara bukan berarti bebas menyinggung, kebebasan berpendapat bukan berarti bebas menghina. Oleh sebab itu, MWC NU Gudo menyerukan agar seluruh warga NU dan masyarakat umum senantiasa menerapkan prinsip tabayyun (klarifikasi) sebelum mempercayai dan menyebarkan suatu berita.
Kita diajarkan dalam Al-Qur’an:
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat: 6)
Ayat ini menjadi pedoman penting bagi setiap warga Nahdliyyin dalam bermedia sosial, dalam berdiskusi, bahkan dalam menanggapi kritik terhadap ulama. Kita tidak boleh membalas keburukan dengan keburukan. Yang harus kita balas adalah dengan kebijaksanaan, doa, dan sikap terhormat.
4. Ajak Perbanyak Sholawat Asyghil dan Doa untuk Kemaslahatan Umat
Sebagai bentuk respon spiritual atas situasi yang menimbulkan keresahan hati umat, MWC NU Gudo menyerukan kepada seluruh jamaah dan warga Nahdliyyin, baik di wilayah Gudo maupun luar daerah, untuk memperbanyak membaca Sholawat Asyghil. Sholawat ini merupakan wasilah yang diajarkan ulama salaf untuk memohon perlindungan dari kezaliman, kedengkian, dan fitnah dunia.
Melalui lantunan Sholawat Asyghil, kita mohon kepada Allah agar bangsa Indonesia, khususnya dunia pesantren dan para ulama, dijaga dari fitnah dan kebencian yang merusak ukhuwah. Kita mohon agar para pelaku penyebar keburukan diberikan hidayah dan kesadaran, serta semoga setiap santri dan jamaah selalu diberikan keteguhan dalam kebenaran.
5. MWC NU Gudo Berdiri di Garis Tengah: Tegas tapi Santun
MWC NU Gudo berdiri di atas prinsip tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dan i’tidal (tegak lurus). Empat nilai dasar ini menjadi panduan setiap langkah organisasi dalam menyikapi isu sosial, politik, dan keagamaan. Kami menolak segala bentuk penghinaan terhadap ulama dan lembaga keagamaan, tetapi kami juga menolak untuk membalas dengan kebencian dan permusuhan.
MWC NU Gudo percaya bahwa marwah ulama akan tetap mulia, selama santrinya masih menjaga adab dan keikhlasan. Kita tidak perlu bereaksi berlebihan terhadap hinaan dunia, karena yang kita kejar bukanlah pengakuan manusia, melainkan ridha Allah SWT.
6. Seruan untuk Jamaah dan Banom NU
Kami mengimbau kepada seluruh pengurus ranting, banom, dan lembaga di bawah MWC NU Gudo untuk meningkatkan kegiatan keagamaan dan sosial. Perbanyak pengajian, pembacaan sholawat, tahlil, istighosah, dan kegiatan yang menumbuhkan kecintaan kepada ulama dan pesantren. Jadikan masjid dan musala sebagai pusat ketenangan dan dakwah, bukan ajang perdebatan atau adu narasi.
Kepada para pengurus media sosial NU Gudo, kami juga berpesan untuk terus mengedepankan etika dakwah digital. Gunakan media sebagai alat menyebar kebaikan, bukan senjata menyerang lawan. Tulislah yang menenangkan, bukan yang memecah-belah. Ingatlah bahwa satu kalimat di dunia maya bisa berdampak besar di dunia nyata.
7. Peneguhan Komitmen Khidmah
MWC NU Gudo berkomitmen melanjutkan khidmah sosial keagamaan melalui berbagai program nyata, mulai dari dakwah digital, pemberdayaan UMKM warga, hingga pembangunan Masjid Besar NU Center. Semua langkah ini adalah bagian dari ikhtiar menjaga marwah NU agar tetap menjadi rumah besar umat Islam yang teduh dan membahagiakan.
Kami juga membuka ruang bagi siapa pun, terutama generasi muda NU, untuk bergabung dalam barisan khidmah. Mari isi dunia digital dengan nilai pesantren, kita buktikan bahwa santri tidak hanya pandai mengaji, tetapi juga mampu memimpin dan menginspirasi bangsa.
Penutup
Akhirnya, dengan penuh kerendahan hati dan semangat keikhlasan, kami menyerukan kepada seluruh warga Nahdliyyin, masyarakat Gudo, dan umat Islam di mana pun berada, untuk terus menjaga hati, lisan, dan sikap dalam menghadapi segala bentuk ujian zaman. Semoga kita semua diberi keteguhan iman, kesabaran dalam berkhidmah, dan keberkahan dalam setiap amal kebaikan.
Mari terus bersatu dalam kebaikan, memperbanyak sholawat, dan meneguhkan cinta kepada para ulama, pesantren, dan Nahdlatul Ulama.
Wallahul muwaffiq ila aqwamit tharieq
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Gudo, 17 Oktober 2025
Atas nama MWC Nahdlatul Ulama Gudo
KH. Subiatoro, S.Pd
Wakil Sekretaris MWC NU Gudo

0Komentar